Salah satu musisi yang tidak begitu benar — benar saya sukai (Suka, tapi tidak fanatik) tapi saya selalu tidak sengaja mengikuti karyanya adalah Lorde.
Bukan Royals yang menjadi titik balik saya pribadi tergerak mendengarkan Lorde, melainkan lagu dari film Hunger Games, yaitu Yellow Flicker Beat. Saya yang sama sekali awam soal dunia seni, sangat terkagum — kagum dengan apa yang dilakukan Lorde, menari — nari dan menjiwai setiap lirik yang ia nyanyikan. Tak lupa dengan bagaimana pembuka dan penutup lagu dikemas sebegitu gelap dan misterius. Namun, sisi untouchable musisi asal New Zealand ini masih ada. “Semangat dan powerful” adalah dua kata yang tepat untuk menggambarkan bagaimana perasaan saya setiap mendengarkan lagu itu.
Dari situ, saya mulai mendengarkan Pure Heroine dan jatuh hati dengan semua lagunya. Lagu terbaik dari album keluaran 2013 pilihan saya jatuh pada Ribs. Saya tercekat hampir terlalu cepat saat mendengarkan ‘Ribs’.
This dream isn’t feeling sweet
We’re reeling through the midnight streets
And I’ve never felt more alone
It feels so scary getting old
Ribs adalah lagu yang sering saya dengarkan, karena pada saat itu, saya masih berumur 17 tahun dan takut akan ‘menua’. Saya takut, karena di umur 17 merupakan saat dimana saya ‘dipaksa’ menjadi dewasa tahap pertama, sebelum 21+. Ketakutan saya saat itu UN, dan apakah prestasi saya cukup untuk orang tua saya, apakah saya cukup mengecewakan? Ingin sekali kembali ke masa kecil dimana PR dan membuat maket rumah untuk pelajaran Seni Rupa adalah permasalahan terberat sehari-hari terpelik dalam hidup. Ribs bukanlah sekedar lagu, Ribs mendadak menjadi sebuah luapan emosi dan perasaan yang jujur. Dapat mewakili jutaan perasaan anak remaja masa itu.
Lagi, di umur 20, saya yang agak kewalahan dengan kuliah menemukan diri saya hanyut secara tidak sengaja di album ‘Melodrama’ miliknya. Liability, salah satu lagu dari album tersebut, bergaung dari kanan kiri headset yang terpasang di telinga saya. Kondisi saat itu jam 9 malam lebih, cuaca hujan di luar kedai kopi yang saat itu sedang saya singgahi untuk kerja kelompok, dan kepusingan akan hati serta lelahnya pikiran. Berbicara soal kehidupan roman saya saat itu, baru beberapa hari yang lalu seorang laki — laki yang membuat saya jatuh cinta membawa nama saya dalam tongkrongan burjonya. Ia mengatakan bahwa apa yang saya rasakan itu berlebihan kepada teman — temannya. Katanya, saya itu tidak lebih dari ‘bercandaan’ saja.
Liability, lagi — lagi berubah menjadi lagu yang mewakili perasaan dan saya yakin menjadi lagu yang juga mewakili jutaan orang yang mendengarkannya secara religius seperti saya pribadi. Lagu ini menjadi lagu yang menurut saya lebih ‘gelap’ dari semua lagu di Pure Heroine itu sendiri. Sangat gelap dan angsty. Tanpa memfokuskan apakah Lorde dan semua pendengarnya yang relate adalah seorang liability yang sebenarnya atau bukan, tapi bagaimana indahnya Lorde menceritakan proses dirinya menemukan dirinya sendiri saat sedang terjatuh ke bagian terdalam palung yang ada pada dirinya. The ‘she’ on “Into the arms of the girl that I love, the only love I haven’t screwed up” and “One girl swaying alone stroking her cheek” is herself.
Kali ini, Sang Ratu kembali. Setelah sekian lama. Saya amaze dengan Solar Power dan bagaimana Lorde lebih ceria, refreshing, dengan video klip bertema musim panas dan cult Midsommar yang jauh lebih bersahabat. Tapi saya lebih terkejut dengan Stoned at the Nail Salon. Terkejut seperti kamu sedang tidak ada nafsu makan saat temanmu mengajakmu ke sebuah kedai yang menurutnya menyajikan makanan terenak di kotamu, namun kamu tidak tertarik. Ia berhasil membuatmu mencoba sesuap di penawaran ke-11. Temanmu puas melihat matamu terbelalak kaget, diam seribu bahasa. Tidak dapat menafsirkan rasanya dengan jelas, tapi kamu berkali — kali mengatakan “Ini dia!”
Apa yang Lorde nyanyikan sekarang, merupakan sebuah kejadian yang sedang saya, dan lagi-lagi saya yakin banyak orang, sedang alami. Seringkali banyak pikiran kalut tetiba karena muncul banyak cuplikan — cuplikan progress hidup mulai dari saya masih duduk di bangku SD sampai sekarang, entah darimana. Saya jadi lebih sering merefleksi diri dengan semua masa remaja dan perjalanan yang telah saya lalui. Di saat itulah saya mulai mempertanyakan apakah jalan yang saya pilih adalah jalan yang benar? Apakah ini merupakan sebuah kebosanan atau memang saya salah pilih? Lalu, mulai merindukan kembali masa-masa yang telah berlalu dan tidak mungkin bisa kembali. Muncul beberapa ‘What if…’ dan skenario — skenario yang mulai bermain di dalam kepala.
Di sesi tanya jawabnya dengan Zane Lowe, Lorde menyebutkan bahwa pergi ke salon kuku merupakan hal yang sangat mungkin ia lakukan. Setelah tour yang melelahkan, tiba-tiba ia tidak ada jadwal sama sekali. Orang rumah tidak begitu banyak membutuhkan dirinya di rumah dan ia mulai mempertanyakan ‘Am I okay? Is everything okay?’ dari situlah lagu ini lahir. Saya mendapati diri mengangguk beberapa kali saat Lorde menyanyikan “Cause all the music you loved at 16 you’ll grow out of” sebagai pengingat bahwa kita tidak benar — benar berhenti menyukai musik tersebut, namun apa yang dirasakan saat mendengarkan lagu itu di umur 16 tahun dengan sekarang adalah dua perasaan yang berbeda. Misal, bagaimana lagu ‘Ribs’ dulu mewakili perasaan saya diumur itu, dan tidak lagi sekarang karena saat itu saya takut menua. Bagaimana lagu tersebut mewakili perasaan dan pikiran saya saat dalam perjalanan pulang sekolah atau les ke rumah. Kini saya 5 tahun lebih tua dan sudah menyelesaikan kuliah. Stoned at The Nail Salon adalah bagaimana
Lorde, dan beberapa pendengarnya mungkin pernah terdiam — entah di salon kuku atau kamarnya — dan mulai mempertanyakan apakah yang dilakukan selama ini benar atau tidak. Apakah ada yang tertinggal di perjalanan hidup selama ini atau tidak. Bagaimana semua orang — bahkan dirinya — akan menua pada saatnya. Apakah masa depan nanti akan sama dengan apa yang ia harapkan, akankah nanti semua akan indah.
Stoned at the Nail Salon merupakan sebuah transisi pendewasaan. Ia adalah fase.
Dan kini, para pendengarnya termasuk saya, sedang menunggu seluruh lagu di album baru yang telah dinanti-nanti ini rilis. David Bowie was right all along. Lorde is the future of music.